Benarkah setan sudah mengundurkan diri?
Semua sisi kehidupan kita sudah paslu. Setan bilang kepada saya: "Tidak ada tantangan lagi. Manusia bukan tandingan setan sama sekali. Manusia sangat mudah kami kendalikan. Tidak memiliki kepegasan dan ketahanan untuk mempertahankan kemanusiannya. Sungguh tidak menarik lagi bertugas sebagai setan".
Kalimat di atas ditulis oleh Caknun seorang kiyai cerdas dan inspiratif di negeri ini. Cukup berani dan penuh dengan nilai filosofis.
Saya cukup bingung dengan kalimat itu. Namun, menurut saya cukup menarik untuk diperbincangan. Barangkali pemikiran dan tafsiran saya belum bisa melampaui Caknun. Bahkan sangat jauh sekali. Tapi ya saya suka dengan kalimatnya itu. Walaupun tafsiran saya belum tentu benar dan sekeren saya saat berselfi ria di alun-alun Purwakarta.
Begitulah. Memang nggak salah juga apa yang telah disampaikan Caknun dalam pesan tersebut. Diketahui bersama bahwa Setan makhluk Tuhan yang sangat konsisten. Tugas dia di dunia ini hanya untuk menyesatkan manusia. Dari zaman Nabi Adam sampai zaman Jokowi tetap begitu. Tapi, apakah benar sekarang Setan mulai bosan mengganggu kita?
Ya bisa benar dan bisa tidak. Itu tergantung persepsi Kamu. Kalau menurut saya sih ada benarnya juga. Karena saat ini banyak manusia yang lupa bahwa dirinya manusia. Padahal manusia adalah makhluk Tuhan yang paling dimulyakan dibandingkan malaikat sekalipun.
Saking mudahnya manusia dikendalikan, tak menutupkemungkinan Setan bakal mengundurkan diri. Betapa tidak? Karena dia akan merasa tuntas menjalani tugas untuk mengganggu manusia. Lantas, ketika terlahir manusia baru atau bayi baru, ya Setan akan jawab sederhana,"Ketika lahir bayi baru, otomatis akan terbawa gila oleh manusia lama yang masih hidup". Dan begitu seterusnya. Bahasa kerennya mah bakal ada regenarasinya.
Ini hanya pendapat. Nggak usah dianggap benar. Karena saya tidak merasa benar. Saya hanya ingin sedikit menanggapi pernyataan Caknun di atas saja.
Bagaimana pun ceritanya, kalimat di atas tidak ada salahnya kalau kita resapi dan renungi. Memang nggak salah kalau manusia sekarang dianggap mulai linglung. Bisa jadi stres dengan kondisi dunia yang semakin tak menentu. Entahlah. Atur-atur aja.
oleh : I. Furqaan Nurzeha
Kalimat di atas ditulis oleh Caknun seorang kiyai cerdas dan inspiratif di negeri ini. Cukup berani dan penuh dengan nilai filosofis.
Saya cukup bingung dengan kalimat itu. Namun, menurut saya cukup menarik untuk diperbincangan. Barangkali pemikiran dan tafsiran saya belum bisa melampaui Caknun. Bahkan sangat jauh sekali. Tapi ya saya suka dengan kalimatnya itu. Walaupun tafsiran saya belum tentu benar dan sekeren saya saat berselfi ria di alun-alun Purwakarta.
Begitulah. Memang nggak salah juga apa yang telah disampaikan Caknun dalam pesan tersebut. Diketahui bersama bahwa Setan makhluk Tuhan yang sangat konsisten. Tugas dia di dunia ini hanya untuk menyesatkan manusia. Dari zaman Nabi Adam sampai zaman Jokowi tetap begitu. Tapi, apakah benar sekarang Setan mulai bosan mengganggu kita?
Ya bisa benar dan bisa tidak. Itu tergantung persepsi Kamu. Kalau menurut saya sih ada benarnya juga. Karena saat ini banyak manusia yang lupa bahwa dirinya manusia. Padahal manusia adalah makhluk Tuhan yang paling dimulyakan dibandingkan malaikat sekalipun.
Saking mudahnya manusia dikendalikan, tak menutupkemungkinan Setan bakal mengundurkan diri. Betapa tidak? Karena dia akan merasa tuntas menjalani tugas untuk mengganggu manusia. Lantas, ketika terlahir manusia baru atau bayi baru, ya Setan akan jawab sederhana,"Ketika lahir bayi baru, otomatis akan terbawa gila oleh manusia lama yang masih hidup". Dan begitu seterusnya. Bahasa kerennya mah bakal ada regenarasinya.
Ini hanya pendapat. Nggak usah dianggap benar. Karena saya tidak merasa benar. Saya hanya ingin sedikit menanggapi pernyataan Caknun di atas saja.
Bagaimana pun ceritanya, kalimat di atas tidak ada salahnya kalau kita resapi dan renungi. Memang nggak salah kalau manusia sekarang dianggap mulai linglung. Bisa jadi stres dengan kondisi dunia yang semakin tak menentu. Entahlah. Atur-atur aja.
oleh : I. Furqaan Nurzeha