Jumat, 14 April 2017

Pelangi ditengah terminal leuwipanjang

oleh : Muhammad Farhan Tamimi

Beberapa minggu ke belakang sempat ramai di daerah Bandung terkait komunitas yang bergerak di bidang pengabdian pada masyarakat berupa penyediaan fasilitas membaca gratis di berbagai tempat, diantaranya di halte, angkutan kota sampai di warung-warung tongkrongan. Komunitas tersebut diantaranya Rindu Menanti, AnTar dan Wanter, mungkin sampai saat ini komunitas tersebut masih terngiang di telinga masyarakat Bandung dan sekitarnya.
Namun, bukan Rindu Menanti ataupun Wanter yang akan dibahas pada tulisan kali ini. Akan tetapi yang akan dibahas pada tulisan ini adalah sebuah komunitas yang bergerak pada bidang pendidikan dalam rangka pengabdian pada Negri juga pada Tuhan yang Maha Esa. Dimana komunitas ini mencoba untuk memanusiakan manusia. Komunitas tersebut diberi nama Rumah Pelangi.
Rumah Pelangi adalah komunitas yang mencoba memanusiakan manusia, diantaranya memanusiakan anak jalanan atau biasa disebut anak-anak yang termajinalkan dengan cara memberikan pendidikan yang kemudian lebih dikhususkan pada kegiatan baca tulis Iqra. Rumah Pelangi didirikan oleh seorang gadis cantik yang memiliki mimpi memuliakan anak-anak jalanan yang konon katanya banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap anak-anak jalanan. Gadis cantik tersebut bernama Ghinanti Rindadewi.
Ghinanti saat ini duduk dibangku perkuliahan semester 4 Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) STAI Persis Bandung. Ghinanti menceritakan bahwa mimpinya membuat Rumah Pelangi itu sejak dari tahun 2011, yang pada saat itu dia duduk dibangku kelas 1 Mualimien Pajagalan Bandung. Namun, baru pada tahun 2012 tepatnya tanggal 18 Juni, mimpi Rumah Pelangi baru terealisasikan.
Latar belakang Ghinanti mendirikan Rumah Pelangi itu atas dasar rasa kemanusiaan yang tidak rela melihat generasi bangsa, aset negara bahkan aset agama terlantar begitu saja tanpa ada pendidikan khusus untuk mereka. Bukan main, perjuangan Ghinanti sangatlah berat saat ingin mendirikan Rumah Pelangi tersebut, berbagai penolakan didapatnya, mulai dari orangtuanya sampai-sampai teman-temannya di sekolah pun menolak, bahkan sempat teman-temannya itu menertawakan mimpi dari seorang gadis cantik itu.
Namun, berkat rahmat Allah yang Maha Esa, Ghinanti mampu mengejawantahkan mimpinya itu menjadi kenyataan dengan mendapat beberapa anak jalanan yang ingin belajar. Perjuangan Ghinanti pun tidak sampai disana, ketika dia sukses mendapatkan beberapa murid, dia mulai kebingungan mencari tempat untuk belajar. Berbagai tempat yang dikira cocok untuk kegiatan belajar, langsung Ghinanti eksekusi menjadi tempat belajar untuk anak-anak jalanan itu.
Ketidak pastian tempat memaksa Ghinanti untuk berpikir keras, yang pada akhirnya dia memutuskan untuk memusatkan kegiatan belajar untuk anak jalanan di terminal Leuwipanjang, didepan gedung dinas perhubungan (dishub), dibawah pohon besar. Proses mendapatkan tempat itupun tidak mudah, dimana Ghinanti harus melalui proses negosiasi dengan preman di terminal. Bukan main, negosiasi dengan pedagang sangatlah biasa bagi Ghinanti, apalagi seorang wanita, sangat lihai bernegosisasi dengan pedagang. Namun, pada kesempatan kali ini, Ghinanti harus menghadapi preman-preman terminal untuk mendapatkan izin tempat.
Niat baik Ghinanti pun disambut baik oleh para preman terminal, namun dengan berbagai syarat dan ketentuan berlaku. Syarat dan ketentuan yang ditawarkan oleh para preman adalah berupa biaya administrasi sebesar Rp. 50.000/anak dalam waktu 1 jam. Tentu syarat itu sangat membuat Ghinanti merasa tertekan, bagaimana tidak, biaya Rp. 50.000/anak bukan lah jumlah yang sedikit, apalagi keadaan Ghinanti yang pada saat itu baru duduk dikelas 2 Mualimien yang notabene biaya sekolahpun masih ditanggung orang tua. Dengan syarat yang begitu berat memaksa Ghinanti harus melakukan negosiasi kembali sampai pada akhirnya preman-preman tersebut memberikan izin keamanan tanpa ada biaya sepeser pun.
  Untuk menjalin hubungan baik dengan preman-preman itu, Ghinanti mencoba untuk membangun hubungan emosional dengan para preman. Dia mencoba memberikan apa yang bisa diberikan kepada preman, seperti gorengan, rokok dll. Tentu cara tersebut pun tidak sia-sia dilakukannya, hasil dari proses pendekatan itu, Ghinanti mendapatkan rasa simpati dari para preman, bahkan yang lebih asyik, Ghinanti mendapatkan penjagaan khusus dari para preman. sampai-sampai ada salah satu preman yang berpesan pada Ghinanti agar mampu mendidik adik-adiknya agar tidak menjadi seperti mereka sekarang.
Tentu akan timbul pertanyaan, dari mana Ghinanti mendapatkan uang untuk memberikan makanan pada para preman dan memberikan sedikitnya jajan pada anak-anak jalanan itu?
Ghinanti menceritakan bahwa, uang yang dikeluarkan untuk itu semua adalah pure dari uang jajannya sendiri yang sengaja disisipkan untuk itu. Mengeluarkan uang saku pribadi Ghinanti lakukan selama kurang lebihnya 4 bulan, sampai pada akhirnya ada seorang hamba yang Allah utus untuk menjadi donatur di Rumah Pelangi. Bahkan sampai saat ini pun donatur-donatur itu bukan malah berkurang, akan tetapi semakin bertambah.
Meskipun donatur Rumah Pelangi selalu ada, tetap saja ada hal yang mengganjal dihati Ghinanti, yakni terkait tempat. Karena tempat di terminal leuwipanjang bukan lah tempat yang ideal untuk melakukan proses belajar mengajar, kebisingan knalpot dan jeritan klakson membuat anak didiknya terganggu. Maka dari itu, Ghinanti senantiasa berharap ada seorang dermawan yang bersedia menyediakan tempat untuknya dan anak-anaknya belajar tanpa ada embel-embel dibelakangnya. Ghinanti pun membuka seluas-luasnya pada siapapun untuk menjadi relawan Rumah Pelangi dengan syarat mampu mengajar dengan ikhlas dan rela tidak dibayar. ( qaan )
Baca selengkapnya

Forsil sebagai ajang kukuhkan ukhuwah

Laporan : Agus Mulyadi

Diksi - Pencetus ide Forum Silaturahmi (forsil) mahasiswa STAIPI Bandung angkatan 2016, Arman Nurhakim Maulana menginginkan adanya kebersamaan dan kedekatan antara angkatannya di semua prodi. Dia mengaku tidak ingin angkatannya tidak saling mengenal seperti kebanyakan angkatan semeser tingkatnya.

Silaturahmi tersebut berencana akan dilaksanakan pada hari minggu, 16 April 2017 di kampus STAIPI Bandung dengan diskusi yang akan dipimpin oleh semua koordinator mahasiswa (kosma) semester dua dari semua prodi seperti kosma IQT, KPI, PAI, PGRA, dan EKSYA.

"Semoga dengan dibentuknya kegiatan ini dapat menjadi contoh, dan tidak menjadi generasi yang ketika bertemu tidak saling mengenal." Ungkapnya saat ditemui Diksi, kamis (13/4)

Selain berdiskusi, rencananya silaturahmi tersebut akan diramaikan dengan ngaliwet, supaya terjadi keakraban dan kebersamaan meskipun berbeda prodi. "Kita itu hidup dalam kampus yang berlebel Islam, maka kita harus bersama." Katanya.

Sementara itu ketua HMJ Ekonomi Syariah (eksya), Ahmad Harawiy mengungkapkan senang dengan rencana adanya silaturami yang akan dilaksanakan pada hari minggu mendatang, karena disana yang tadinya jarang bertemu dan jarang berinteraksi, akan dapat saling mengenal meskipun berbeda jurusan.

"Kedepannya harus di persering, semakin sering berinteraksi insyaAllah semakin kenal satu sama lain, dan harapannya juga BEM selaku otoritas tertinggi di mahasiswa dapat sering memfasilitasinya, dengan cara apapun yang intinya sering berkumpul untuk sering mengenal." Pungkasnya. ( qaan) 
Baca selengkapnya